Sahabat Edukasi yang berbahagia...
Wajib berguru (wajar) 9 (Sembilan) tahun sekolah menengah pertama (SMP) ialah kewajiban bagi setiap warga negara Indonesia yang telah final sekolah dasar (SD) atau sederajat dengan batas usia 13-15 tahun untuk mengikuti pendidikan Sekolah Menengah Pertama atau yang sederajat hingga tamat.
Wajib berguru (wajar) 9 (Sembilan) tahun sekolah menengah pertama (SMP) ialah kewajiban bagi setiap warga negara Indonesia yang telah final sekolah dasar (SD) atau sederajat dengan batas usia 13-15 tahun untuk mengikuti pendidikan Sekolah Menengah Pertama atau yang sederajat hingga tamat.
SMP termasuk ke dalam jenjang pendidikan dasar, yaitu pendidikan yang lamanya 9 tahun yang diselenggarakan 6 (enam) tahun di SD dan 3 (tiga) tahun di Sekolah Menengah Pertama atau yang sederajat.
Dalam rangka merampungkan atau percepatan masuk akal 9 tahun itu, pemerintah telah melaksanakan banyak sekali upaya, termasuk melaksanakan ekspansi kanal dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan bagi bawah umur lulusan SD. Misalnya dengan membuka satuan pendidikan SD-SMP/MI-MTs Satu Atap (Satap) atau Pendidikan Dasar Terpadu.
Satuan pendidikan ini merupakan pengembangan bentuk SMP/MTs reguler yang lokasinya menyatu atau berdekatan dengan lokasi SD/MI pendukungnya yang terletak di daerah terpencil, terisolir dan terpencar.
Sehubungan dengan Sekolah Menengah Pertama Satu Atap ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bakal segera melaksanakan pendataan seluruh Sekolah Menengah Pertama satu atap.
Pasalnya, kementerian yang dipimpin Muhadjir Effendy itu mencium ada problem dalam penyelenggaraan Sekolah Menengah Pertama satu atap. Saat ini jumlah Sekolah Menengah Pertama satu atap mencapai 5.000 unit lebih. Sekolah Menengah Pertama satu atap ini ialah Sekolah Menengah Pertama yang satu komplek dengan SD ’’inangnya’’.
Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kemendikbud Hamid Muhammad menuturkan, kepala Sekolah Menengah Pertama satu atap dapat orang lain atau sama dengan kepala SD. Hamid menceritakan salah satu problem utama yang kerap dijumpai dalam Sekolah Menengah Pertama satu atap ialah urusan guru.
Menurutnya banyak sekali Sekolah Menengah Pertama satu atap yang tidak dapat mengejar standar layanan untuk urusan guru. Menurutnya sebagai sekolah yang resmi, Sekolah Menengah Pertama satu atap tetap harus memenuhi standar minimal jumlah guru.
Dia menjelaskan Sekolah Menengah Pertama satu atap yang tidak memenuhi syarat, direkomendasikan untuk ditertibkan. Hamid menjelaskan Kemendikbud tidak dapat mengeluarkan surat penutupan, alasannya izin berdirinya dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten atau kota. ’’Sebelum ada penertibkan, mohon Sekolah Menengah Pertama satu atap diperbaiki dan direvitalisasi,’’ katanya di sela acara lomba motivasi berguru berdikari (Lomojari) 2016 kemarin.
Menurut Hamid Sekolah Menengah Pertama satu atap tetap diperlukan. Namun pelayanannya juga harus prima menyerupai sekolah-sekolah lainnya. Mulai dari guru, perpustakaan, dan gedung infrastrukturnya. Selama ini Sekolah Menengah Pertama satu atap banyak yang beroperasi seadanya, alasannya untuk memenuhi kanal berguru di daerah-daerah khusus.
Pejabat asal Madura itu menjelaskan di daerah-daerah terpencil atau kepulauan dengan populasi anak yang sedikit, terkadang tidak efektif untuk mendirikan Sekolah Menengah Pertama utuh. Sehingga untuk mengatasi kanal pendidikan, dibuatlah Sekolah Menengah Pertama satu atap yang gandeng dengan SD.
Dukungan keberadaan Sekolah Menengah Pertama satu atap yang berkualitas juga disampaikan Mendikbud Muhadjir Effendy. Dia menyampaikan daerah terluar, terdepan, dan tertinggal harus mendapat kanal layanan pendidikan. ’’Diantaranya ialah dengan mambangun sekolah satu atap,’’ tutur dia.
Dia menyampaikan konsep yang selama ini berjalan adalah, diawali dengan pendirian sekolah terbuka. Kemudian sekolah terbuka itu berubah bentuk menjadi sekolah satu atap. Mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu menyampaikan gembira melihat prestasi bawah umur Sekolah Menengah Pertama terbuka di ajang kecakapan hidup.
No comments:
Post a Comment