Banjir dan tanah longsor di trend hujan, jadikan pembelajaran – Kuartal terakhir di tahun 2018 ini merupakan trend penghujan. Berbeda dengan beberapa tahun sebelumnya dimana pada empat bulan menjelang tahun gres terjadi trend kemarau. Kekeringan terjadi hingga mengeringnya sumur galian di sebagian kecil rumah penduduk.
Dulu, pernah orang beranggapan bahwa bulan yang berakhiran ‘ber’ yakni bulan trend hujan. Di bulan-bulan ini banyak curah hujan di wilayah Indonesia. Hal tersebut tidak terjadi beberapa tahun belakangan.
Namun tahun ini fenomena trend hujan di bulan-bulan berakhiran ‘ber’ itu kembali terjadi untuk tahun 2018 ini.
Di Sumatera Barat misalnya, trend penghujan itu telah dimulai sekitar bulan September lalu. Hujan yang berkepanjangan telah mendatangkan musibah banjir dan tanah longsor (galodo).
Kita membaca dan mendengar di banyak sekali media. Sejak September tahun ini, hampir semua kabupaten/kota mengalamai musibah banjir dan tanah longsor..
Banjir telah menggenangi banyak sekali tempat dan areal pertanian. Tanah longsor di banyak sekali tempat, menutupi ruas jalan sehingga menghambat jalur susukan transportasi antar desa, antar kabupaten/kota bahkan antar provinsi.
Sebutlah pada bulan Desember ini, tanah longsor di Sitinjau Laut (Padang) yang sudah dua kali terjadi di bulan ini. Begitu pula tanah longsor yang menutupi ruas jalan di Kabupaten 50 Kota. Kemudian jembatan penghubung ruas jalan Padang - Bukitinggi di Kayu Tanam, ambruk dihantam banjir.
Musim penghujan di simpulan tahun memang telah mendatangkan musibah di banyak sekali daerah, khususnya di Sumatera Barat. Paling tidak, fenomena alam tersebut menjadi pembelajaran bagi kita untuk semakin erat dengan Maha Pencpta.
Selain itu juga menjadi peringatan supaya kita menjaga kelestarian lingkungan alam. Memelihara perbukitan dan pegunungan supaya tidak terjadi pengikisan melalui gerakan penghijauan.
No comments:
Post a Comment