Ringkasan bab satu dan dua : Rusdi pulang ke kampung halamannya di Sumani. Ia menggunakan sepeda motor dan membonceng istrinya, Salmina. Namun ketika hingga di Ombilin, motornya berulah. Ban motor bab belakang kempes. Rusdi mengantarnya ke daerah tempel benen. Sementara menunggu motornya, Rusdi dan Salmina duduk di kursi panjang di samping sebuah warung seraya menghadap ke hamparan danau Singkarak. Ikuti dongeng selanjutnya di Perjalanan Panjang Bagian Ketiga!
Keliling danau Singkarak dengan memakai sepeda? Sulit dilakukan untuk belum dewasa seusia Sekolah Menengah Pertama zamannow!. Berkeliling danau Singkarak akan menempuh jarak lebih kurang 45 kilometer. Itu bukanlah jarak yang dekat.
Ilustrasi perjalanan panjang (pexels.com)
Keliling danau Singkarak dengan memakai sepeda? Sulit dilakukan untuk belum dewasa seusia Sekolah Menengah Pertama zamannow!. Berkeliling danau Singkarak akan menempuh jarak lebih kurang 45 kilometer. Itu bukanlah jarak yang dekat.
Anak-anak zaman kini seakan sudah malas untuk bergerak. Jangankan memakai sepeda untuk jarak yang cukup jauh. Ke warung depan rumah yang tak begitu jauh jaraknya saja mesti memakai motor.
“Mau pesan minum apa, pak?”
Seorang gadis kecil, anak pemilik warung di sebelah tiba menghampiri. Bangku daerah duduk di pinggiran danau ini pastilah buatan pemilik warung di sebelah.
Rusdi melirik Salmina yang duduk di sampingnya.
“Teh botol saja, mas…” ujar Salmina paham maksud lirikan suaminya.
Rusdi mengangguk membuktikan setuju. Sebenarnya ia sangat ingin minum kopi. Tapi kali ini ia pendam keinginannya alasannya yakni ia tahu jikalau ketika ini duduk bukan di warung.
Dua teh botol sudah hingga di hadapannya. Rusdi dan istrinya segera menyeruput minuman dengan aroma teh cuek itu.
Rusdi kembali menoleh ke formasi bukit barisan di seberang danau nun jauh disana. Masih segar di pikiran Rusdi, ketika suatu ketika di Minggu pagi, ia sudah hingga di halaman rumah temannya. Ia berencana mengajak temannya untuk bersepeda mengelilingi danau Singkarak.
Tanpa disangka, abang kandung temannya itu melarang dan marah-marah pada Rusdi. Ia ngomel alasannya yakni Rusdi telah mengajak adiknya jauh-jauh pergi bersepeda. Bahkan abang wanita temannya itu menuding Rusdi tak tahu di untung.
Rusdi segera berbalik dan membatalkan rencananya untuk mengelilingi danau Singkarak. Namun gres beberapa meter ia menggenjot pedal sepedanya, seseorang telah memanggilnya dari arah belakang.
“Sudi…! Ayo, kita keliling danau!”
Rusdi berhenti dan menurunkan kaki kirinya lalu menoleh ke belakang. Ternyata Sukardi, temannya.
“Ayo, kita pergi!” ulang Sukardi.
“Nanti dimarahi kakakmu,” tukas Rusdi.
“Ah, semoga saja, yuk kita jalan..!”
Ternyata pagi itu, teman-teman lainnya juga ikut mengelilingi danau Singkarak. Rombongan belum dewasa mengendarai sepeda untuk mengelilingi danau Singkarak persis menyerupai pebalap Tour de Singkarak.
Pemandangan alam danau Singkarak tidak banyak yang berubah. Air danau masih tampak membiru membiaskan warna langit biru di sore yang cerah. Bukit-bukit di sebelah barat masih bangun kokoh sebagai latar belakang pemandangan indah danau Singkarak.
Rusdi melirik ke arah istrinya yang sedari tadi juga membisu seraya memandang ke tengah danau. Di mata Rusdi, istrinya masih tampak elok meskipun sudah melahirkan lima orang anak. Meskipun di wajahnya sudah mulai muncul goret-goret halus membuktikan ketuaan.
“Mas, benen motor kita mungkin sudah siap ditempel ya, mas?” Salmina mengingatkan.
“Iya, kali. Yuk kita susul ke bengkel tempel benen,” ujar Rusdi seraya merongoh dompet dan membayar minumannya. Kemudian berjalan menuju daerah tempel benen motornya.(Bersambung…)
No comments:
Post a Comment