Agama ialah seperangkat aturan yang apa kalau diikuti seutuhnya akan memperlihatkan jaminan keselamatan hidup, baik di dunia maupun di akhirat. Agama yang benar pada prinsipnya ialah wadl’i Ilahiyy, artinya aturan-aturan yang telah dibentuk oleh Allah, alasannya ialah bahwasanya hanya Allah saja yang berhak disembah, dan Dialah pemilik kehidupan dunia dan akhirat.
Dengan demikian hanya Allah pula yang benar-benar mengetahui segala kasus yang membawa kemaslahatan kehidupan di dunia, dan hanya Dia yang menetapkan perkara-perkara yang sanggup menyelamatkan seorang hamba di alam abadi kelak. Karena itu, di antara pesan tersirat diutusnya para nabi dan rasul ialah untuk memberikan wahyu dari Allah kepada para hamba-Nya wacana perkara-perkara yang sanggup menyelamatkan para hamba itu sendiri.
Seorang muslim meyakini sepenuhnya bahwa satu-satunya agama yang benar ialah hanya agama Islam. Karena itu ia menentukan untuk memeluk agama tersebut, dan tidak memeluk agama lainnya. Allah mengutus para nabi dan para rasul untuk membawa Islam dan menyebarkannya, serta memerangi, menghapuskan serta memberantas kekufuran dan syirik.
Salah satu gelar Rasulullah ialah al-Mahi. Ketika dia ditanya maknanya dia menjawab:
وَأنَا الْمَاحِيْ الّذِيْ يَمْحُو اللهُ بِيَ الْكُفْرَ (روَاه البُخَاري ومُسْلم وَالترمذيّ وغيرُه)
”Aku ialah al-Mahi, yang dengan mengutusku Allah menghapuskan kekufuran”. (HR. al-Bukhari, Muslim, dan at-Tirmidzi).
Sebagian orang ada yang beriman, dan mereka ialah orang-orang yang berbahagia. Sebagian lainnya tidak beriman, dan mereka ialah orang-orang yang celaka dan akan masuk neraka serta awet di dalamnya tanpa penghabisan.
Allah menurunkan agama Islam untuk diikuti. Seandainya insan bebas untuk berbuat kufur dan syirik, bebas untuk berkeyakinan apapun sesuai apa yang ia kehendaki, maka Allah tidak akan mengutus para nabi dan para rasul, serta tidak akan menurunkan kitab-kitab-Nya.
Adapun maksud dari firman Allah:
فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ (الكهف: 29)
Yang secara zhahir bermakna “Barang siapa berkehandak maka berimanlah ia, dan barang siapa berkehandak maka kafirlah ia”, QS. Al-Kahfi: 29. Bukan untuk tujuan memberi kebebasan untuk menentukan (at-takhyir) antara kufur dan iman. Tapi tujuan dari ayat ini ialah untuk bahaya (at-tahdid). Karena itu lanjutan dari ayat tersebut ialah bermakna “Dan Kami menyediakan neraka bagi orang-orang kafir”.
Demikian pula yang maksud dengan firman Allah:
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ (البقرة: 256)
Yang secara zhahir bermakna bahwa dalam beragama tidak ada paksaan. Ayat ini bukan dalam pengertian larangan memeksa orang kafir untuk masuk Islam. Sebaliknya, seorang yang kafir sedapat mungkin kita ajak ia untuk masuk dalam agama Islam, alasannya ialah hanya dengan demikian ia menjadi selamat di alam abadi kelak.
Adapun ayat di atas berdasarkan salah satu penafsirannya sudah dihapus (mansukhah) oleh ayat as-saif. Yaitu ayat yang berisi perintah untuk memerangi orang-orang kafir. Sementara berdasarkan penafsiran lainnya bahwa ayat di atas hanya berlaku bagi kafir dzimmyy saja.
Bahwa insan terbagi kepada dua golongan, sebagian ada yang mukmin dan sebagian lainnya ada yang kafir, ialah dengan kehendak Allah. Artinya, bahwa Allah telah berkehandak untuk memenuhi neraka dengan mereka yang kafir, baik dari kalangan jin maupun manusia. Namun demikian Allah tidak memerintahkan kepada kekufuran, dan Allah tidak meridlai kekufuran tersebut.
Karena itu dalam agama Allah tidak tidak ada istilah pluralisme beragama sebagai suatu pemikiran dan ajakan. Demikian pula tidak ada istilah sinkretisme; atau faham yang menggabungkan “kebenaran” yang terdapat dalam beberapa agama atau semua agama yang kemudian menurutnya diformulasikan. Seorang yang berkeyakinan bahwa ada agama yang hak selain agama Islam maka orang ini bukan seorang muslim, dan dia tidak mengetahui secara benar akan hakekat Islam.
Allah berfirman:
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ (الكافرون: 6)
Makna zhahir ayat ini “Bagi kalian agama kalian dan bagiku agamaku”, QS. Al-Kafirun: 6.
Maksud ayat ini sama sekali bukan untuk pembenaran atau akreditasi terhadap keabsahan agama lain. Tapi untuk menegaskan bahwa Islam bertentangan dengan syirik dan mustahil sanggup digabungkan atau dicampuradukan antara keduanya. Artinya, semua agama selain Islam ialah agama batil yang harus ditinggalkan.
Kemudian firman Allah:
وَإِنَّا أَوْ إِيَّاكُمْ لَعَلَى هُدًى أَوْ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ (سبأ: 24)
Makna zhahir ayat ini “…dan bahwasanya kami atau kalian –wahai orang-orang musyrik- niscaya berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata”, QS. Saba’: 24.
Ayat ini bukan dalam pengertian untuk mencurigai apakah Islam sebagai agama yang benar atau tidak, tapi untuk memberikan terhadap orang-orang musyrik bahwa antara kita dan mereka niscaya salah satunya ada yang benar dan satu lainnya niscaya sesat. Dan tentu hanya orang-orang yang menyembah Allah saja yang berada dalam kebenaran, sementara orang-orang musyrik yang menyekutukan Allah berada dalam kesesatan.
Bahkan berdasarkan Abu ‘Ubaidah kata “aw” (أو) dalam ayat di atas dalam pengertian “wa” (و) yang berarti “dan”. Gaya bahasa semacam ini dalam ilmu bahasa Arab disebut dengan al-laff wa an-nasyr. Dengan demikian yang dimaksud ayat tersebut ialah “kami berada dalam kebenaran dan kalian -wahai orang-orang musyrik- dalam kesesatan yang nyata”. Demikianlah yang telah dijelaskan oleh pakar tafsir, Imam Abu Hayyan al-Andalusi dalam kitab tafsirnya, al-Bahr al-Muhith.
Dalam al-Qur’an Allah berfirman:
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ (ءال عمران: 19)
“Sesungguhnya agama yang diridlai oleh Allah hanya agama Islam”, QS. Ali ‘Imran: 19.
Dalam ayat lain Allah berfirman:
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ (ءال عمرا: 85)
“Dan barang siapa mencari selain agama Islam maka tidak akan diterima darinya dan dia diakhirat termasuk orang-orang yang merugi”. QS. Ali ‘Imran: 85.
Dengan demikian maka Islam ialah satu-satunya agama yang hak dan yang diridlai oleh Allah bagi para hamba-Nya. Allah memerintahkan kita untuk memeluk agama Islam ini. Maka satu-satunya agama yang disebut dengan agama samawi hanya satu, yaitu agama Islam. Tidak ada agama samawi selain agama Islam. Sementara makna Islam ialah tunduk dan turut terhadap apa yang dibawa oleh nabi dengan mengucapkan dua kalimat syahadat.
ISLAM AGAMA SELURUH NABI
Agama Islam ialah agama seluruh nabi. Dari mulai nabi dan rasul pertama, yaitu nabi Adam, yang sebagai ayah -moyang- bagi seluruh manusia, sampai nabi dan rasul terakhir yang sebagai pimpinan mereka dan makhluk Allah paling mulia, yaitu nabi Muhammad.
Demikian pula seluruh pengikut para nabi ialah orang-orang yang beragama Islam.
Orang yang beriman dan mengikuti nabi Musa pada masanya disebut dengan muslim Musawi.
Orang yang beriman dan mengikuti nabi ‘Isa pada masanya disebut dengan muslim ‘Isawi.
Demikian pula orang muslim yang beriman dan mengikuti nabi Muhammad sanggup dikatakan sebagai muslim Muhammadi.
- Nabi Ibrahim seorang muslim dan tiba dengan membawa agama Islam. Allah berfirman:
مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلَا نَصْرَانِيًّا وَلَكِنْ كَانَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ (ءال عمران: 67)
“Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan pula seorang Nasrani, akan tetapi dia ialah seorang yang jauh dari syirik dan kufur dan seorang yang muslim. Dan sekali-kali dia bukanlah seorang yang musyrik”. (QS. Ali ‘Imran: 67)
- Nabi Sulaiman seorang muslim dan tiba dengan membawa agama Islam. Allah berfirman:
إِنَّهُ مِنْ سُلَيْمَانَ وَإِنَّهُ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (30) أَلَّا تَعْلُوا عَلَيَّ وَأْتُونِي مُسْلِمِينَ (النمل: 31)
“Sesungguhnya surat itu dari Sulaiman, dan bahwasanya -isi-nya: Dengan menyebut nama Allah yang maha pemurah lagi maha penyayang, bahwa jangalah kalian berlaku sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang memeluk Islam”. (QS. An-Naml: 30-31).
- Nabi Yusuf seorang muslim dan tiba dengan membawa agama Islam. Tentang doa nabi Yusuf. Allah berfirman:
تَوَفَّنِي مُسْلِمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ (يوسف: 101)
“Wafatkanlah saya dalam keadaan muslim dan gabungkan saya bersama orang-orang yang saleh”. (QS. Yusuf: 101)
- Nabi ‘Isa seorang muslim, juga orang-orang yang beriman kepadanya dan menjadi pengikut setianya, yaitu kaum Hawwariyyun, mereka semua ialah orang-orang Islam.
Allah berfirman:
فَلَمَّا أَحَسَّ عِيسَى مِنْهُمُ الْكُفْرَ قَالَ مَنْ أَنْصَارِي إِلَى اللَّهِ قَالَ الْحَوَارِيُّونَ نَحْنُ أَنْصَارُ اللَّهِ آَمَنَّا بِاللَّهِ وَاشْهَدْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ (ءال عمران: 52)
“Maka tatkala ‘Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani Isra’il) berkatalah ia: Siapakah yang akan menjadi pembela-pembelaku untuk -menegakan agama- Allah. Para Hawwariyyun (sahabat-sahabat setia) menjawab: Kamilah pembela-pembela -agama- Allah. Kami beriman kepada Allah dan saksikanlah bahwa bahwasanya kami ialah orang-orang muslim”. (QS. Ali ‘Imran: 52)
Dan masih banyak lagi ayat-ayat lainnya yang menerangkan bahwa agama semua nabi dan rasul ialah agama Islam dan bahwa mereka ialah orang-orang Islam.
Dengan demikian semua nabi tiba dengan membawa agama Islam, tidak ada seorangpun dari mereka yang mambawa selain agama Islam.
Adapun perbedaan di antara para nabi ialah terletak dalam syari’at-syari’at yang mereka bawa saja.
Yaitu dalam aturan-aturan aturan praktis, menyerupai dalam tata cara ibadah, bersuci, korelasi antar insan dan lainnya.
Tentang hal ini Allah berfirman:
لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا (48)
“Dan untuk tiap-tiap umat di antara kau (umat Muhammad dan umat-umat sebelumnya) Kami berikan aturan dan jalan yang terang”. (QS. Al-Ma’idah: 48). Dalam ayat ini Allah memberitahukan bahwa masing-masing umat mengikuti syari’atnya tersendiri. Allah tidak menyatakan bahwa masing-masing mempunyai agama tersendiri. Lebih tegas lagi Rasulullah dalam hal ini bersabda:
الأنْبِيَاءُ إخْوَةٌ لِعَلاّتٍ دِيْنُهُمْ وَاحِدٌ وَأُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى (روَاه البُخَاري)
“Seluruh nabi bagaikan saudara seayah, agama mereka satu yaitu agama Islam, dan syari’at-syari’at mereka yang berbeda-beda”. (HR. al-Bukhari). Wallahu A'lam Bis-Shawaab.
No comments:
Post a Comment