Sahabat Edukasi yang berbahagia…
Para guru yang ingin mengantongi akta profesi tidak dapat lagi menggantungkan dana pemerintah. Mulai 1 Januari 2016 nanti, biaya sertifikasi profesi ditanggung masing-masing guru. Kalangan sekolah tinggi tinggi menaksir biaya sertifikasi mencapai Rp. 14 juta.
Proses sertifikasi tetap dilaksanakan di kampus Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNYS), salah satu LPTK, Rochmat Wahab menuturkan durasi sertifikasi untuk guru Taman Kanak-kanak dan SD ialah satu semester. “Biaya sertifikasi selama satu semester dapat hingga Rp. 7 juta per guru,” katanya kemarin.
Sedangkan untuk guru SMP, SMA, dan Sekolah Menengah kejuruan durasi sertifikasi selama dua semester. Makara biayanya tinggal mengalikan saja, yakni Rp. 14 juta per guru. Secara teknis proses sertifikasi masih belum ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
“Sertifikasi ini urusan serius. Tidak dapat dipikir sambil jalan,” saranya kepada pemerintah. Guru besar bidang pendidikan anak berbakat itu menjelaskan ke depan pemerintah memang hanya membayar pemberian profesi gurunya (TPG) saja. Sedangkan biaya untuk memperoleh sertifikasi, ditanggung masing-masing guru.
Biaya sertifikasi yang tidak lagi ditanggung pemerintah ini memang dapat memicu polemik di masyarakat. Namun Rochmat cepat-cepat meredamnya. Dia berharap para guru ini memaknai biaya sertifikasi hingga Rp. 14 juta itu sebagai investasi. “Layaknya kita mau kuliah,” ujar dia.
Rochmat juga mengatakan, biaya untuk sertifikasi ini sejatinya digunakan untuk kebaikan guru sendiri. Sebab sesudah mengantongi akta profesi, guru berhak mendapat TPG. Bagi guru PNS besaran TPG setara dengan honor pokok yang diterima setiap bulannya. Sedangkan untuk guru non-PNS, nominal TPG-nya minimal Rp. 1,5 juta per bulan.
Kemendikbud dituntut segera memutuskan panduan teknis sertifikasi guru 2016. Selain urusan biaya, teknis pembelajaran selama sertifikasi juga berpotensi menimbulkan masalah. “Idealnya selama sertifikasi guru diasramakan,” tuturnya. Namun guru yang disertifikasi ini ialah guru yang sudah mengajar (dalam jabatan). Apakah tidak memunculkan dilema gres saat kelas ditinggal selama satu atau dua semester.
Bagaimana juga keluarganya ditinggal selama itu. Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Sumarna Surapranata membenarkan bahwa tahun depan berlaku kebijakan sertifikasi mandiri. Sesuai dengan namanya, sertifikasi berdikari itu ialah sertifikasi yang biayanya ditanggung guru-guru sendiri.
Namun ia menegaskan bagi guru yang sudah mengajar semenjak sebelum 2005, maka biaya sertifikasinya menjadi tanggung jawab pemerintah. Pejabat yang dekat disapa Pranata itu mengatakan, guru yang sudah mengajar sebelum 2005 ada 1,7 juta orang. Sisa yang belum disertifikasi ada 166 ribuan orang. “Biaya sertifikasi bagi 166 ribuan orang itu tetap tanggung jawab pemerintah,” kata dia.
Sementara itu guru dalam jabatan yang gres bekerja per 1 Januari 2006 berjumlah 547.154 orang guru. Nah setengah juta orang guru inilah yang harus menanggung biaya sertifikasinya sendiri-sendiri. Pranata beralasan bahwa dalam UU 14/2005 ihwal Guru dan Dosen kewajiban pemerintah memang menanggung biaya sertifikasi guru yang bekerja semenjak sebelum 2005.
Namun Pranata menyampaikan hukum dalam UU itu tidak buta. Dia menjelaskan Kemendikbud tetap menjalankan kebijakan afirmasi. Guru-guru yang berada di kawasan khusus atau terpencil, akan dibantu biaya sertifikasinya. (wan)
No comments:
Post a Comment